(Interpretasi Buku Change by Design Karya Tim Brown)
Oleh: Wildan Aulia
Manusia selalu dihadapkan pada hal baru yang menuntut mereka untuk berpikir, merancang strategi dan melakukan aksi untuk memecahkan pemasalahan yang dihadapinya. Salah satu aktivitas yang dilakukan berkaitan dengan hal tersebut adalah men-desain.
Desain tidak menghasilkan satu interpretasi seperti sains. Desain bersifat multidisiplin yang berkaitan dengan banyak faktor dan disiplin ilmu pengetahuan lain. Karena desain selalu dihadapkan pada sesuatu yang baru dan kondisi yang berubah-ubah, maka desain selalu bekerja secara divergen.
Desain bekerja dengan mengolah beragam disiplin yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi, kemudian menghasilkan alternatif solusi dan melakukan pengembangan pada solusi tersebut secara terus-menerus. Hasil desain dan prosesnya sering menghasilkan wacana dan perdebatan (Buchanan: 25). Ujung dari proses desain adalah pengambilan keputusan setelah mem-formula-kan aksi dan melakukan evaluasi terhadap disiplin lain yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi (reflektif).
Wawasan yang luas sangat dibutuhkan untuk dapat melakukan proses desain dengan baik. Stephen Reid menyebutnya sebagai kerangka referensi.
Kerangka referensi menangkap semua jenis pengetahuan yang membentuk gambar pribadi kita yang unik tentang suatu objek atau isu. Segala sesuatu yang kita ketahui tentang sebuah isu bergantung pada dan berada di dalam suatu kerangka kerja tertentu. Kerangka kerja ini dirancang untuk mempercepat cara kita menangani subjek-subjek yang sudah akrab. (Reid, 2002: 48).
Merujuk pada definisi di atas, maka pengertian desain mengalami perluasan, yaitu desain bukan semata-mata objek, tetapi desain sebagai sikap berpikir. Desain bukan memikirkan sesuatu, tetapi berpikir bagaimana cara memikirkan sesuatu. Hasil yang diharapkan adalah solusi baik produk, atau sistem.
Ilmu Integratif
Bila pengertian desain dapat diperluas menjadi sikap berpikir, maka apakah hal ini berlaku juga pada keilmuan lain, khususnya seni, kria, engineering, teknologi, sains alami dan sains sosial? Bila integrasi ilmu diartikan sebagai keterlibatan disiplin ilmu lain dalam bidang keilmuan tertentu untuk memecahkan masalah, maka tentunya semua keilmuan memiliki keterlibatan dengan yang lainya, hanya saja antar masing-masing bidang keilmuan memiliki perbedaan tingkat integritasnya sendiri. Setiap bidang keilmuan memiliki determinasi sendiri serta memiliki tingkat relevansi yang berbeda-beda terhadap desain.
Ragam disiplin ilmu lain mungkin berkaitan satu sama lain setelah menghasilkan solusi. Hasil keilmuannya bertindak sebagai pemicu. Beberapa kasus menunjukkan bahwa apa yang dihasilkan keilmuan tertentu menuntut disiplin ilmu lain untuk mendukungnya agar menghasilkan solusi yang lebih aplikatif dan relevan untuk meningkatkan taraf hidup manusia. Desain kerap menjadi implementator dari penemuan bidang keilmuan lain.
Seni, sains dan teknologi sering dijadikan tolok ukur kedigdayaan suatu bangsa. Jejak keutuhan tiga pilar keilmuan tersebut dapat dilihat pada karya cipta yang bernilai seni tinggi, sistem masyarakat, dan dokumentasi keilmuan berupa benda-benda peninggalan. Desain merupakan salah satu alat untuk memadukan tiga pilar keilmuan tersebut. Charles W. Morris menyebutnya sebagai intellectual integration.
Melalui pendekatan ini maka kita bisa menempatkan seni, kria, engineering, teknologi, sains alami dan sains sosial pada tempatnya masing-masing. Seni dan kria masuk dalam art, engineering teknologi masuk dalam technology, sains alami dan sains sosial masuk dalam sience. Desain sendiri masih diperdebatkan kedudukannya dalam keilmuan, apakah dia sebagai seni, sebagai sains, atau sebagai disiplin tersendiri.
Saat desain diartikan sebagai aktifitas olah pikir untuk menghasilkan sesuatu, maka desain dapat disebut sains. Desain berdasar pada sains, dan desain memperpanjang jangkauannya dalam memenuhi kebutuhan emosional melalui estetika (Buchanan, Richard:53).
Kesimpulan
Bila integrasi ilmu adalah keterkaitan disiplin lain untuk memecahkan masalah, maka keilmuan seni, kria, engineering, teknologi, sains alami dan sains sosial dapat disebut keilmuan integratif. Namun bila integrasi ilmu diartikan sebagai sikap berpikir divergen untuk memecahkan suatu masalah, maka saya berpendapat bahwa keilmuan seni, kria, engineering, teknologi, sains alami dan sains sosial tidak bisa disebut keilmuan integratif, namun merupakan keilmuan tersendiri untuk diakomodasi oleh desain sehingga menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan manusia secara lebih manusiawi. Berdasar pada perspektif tersebut, maka model keilmuan integratif yang paling cocok adalah desain.
Wallahu a’lam
Referensi
Buchanan, Richard. ___. Rhetoric, Humanism, and Design. Fotocopy buku.
Owen, Charles L. 1998. Design Research dalam Design Studies 19, No. 1: 9-20., London, England: Royal College of Art.
Reid, Stephen. 2002. Berpikir Strategis. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.
https://idaneli.wordpress.com/2013/01/01/pemikiran-desain/
Oleh: Wildan Aulia
Manusia selalu dihadapkan pada hal baru yang menuntut mereka untuk berpikir, merancang strategi dan melakukan aksi untuk memecahkan pemasalahan yang dihadapinya. Salah satu aktivitas yang dilakukan berkaitan dengan hal tersebut adalah men-desain.
Desain tidak menghasilkan satu interpretasi seperti sains. Desain bersifat multidisiplin yang berkaitan dengan banyak faktor dan disiplin ilmu pengetahuan lain. Karena desain selalu dihadapkan pada sesuatu yang baru dan kondisi yang berubah-ubah, maka desain selalu bekerja secara divergen.
Desain bekerja dengan mengolah beragam disiplin yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi, kemudian menghasilkan alternatif solusi dan melakukan pengembangan pada solusi tersebut secara terus-menerus. Hasil desain dan prosesnya sering menghasilkan wacana dan perdebatan (Buchanan: 25). Ujung dari proses desain adalah pengambilan keputusan setelah mem-formula-kan aksi dan melakukan evaluasi terhadap disiplin lain yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi (reflektif).
Wawasan yang luas sangat dibutuhkan untuk dapat melakukan proses desain dengan baik. Stephen Reid menyebutnya sebagai kerangka referensi.
Kerangka referensi menangkap semua jenis pengetahuan yang membentuk gambar pribadi kita yang unik tentang suatu objek atau isu. Segala sesuatu yang kita ketahui tentang sebuah isu bergantung pada dan berada di dalam suatu kerangka kerja tertentu. Kerangka kerja ini dirancang untuk mempercepat cara kita menangani subjek-subjek yang sudah akrab. (Reid, 2002: 48).
Merujuk pada definisi di atas, maka pengertian desain mengalami perluasan, yaitu desain bukan semata-mata objek, tetapi desain sebagai sikap berpikir. Desain bukan memikirkan sesuatu, tetapi berpikir bagaimana cara memikirkan sesuatu. Hasil yang diharapkan adalah solusi baik produk, atau sistem.
Ilmu Integratif
Bila pengertian desain dapat diperluas menjadi sikap berpikir, maka apakah hal ini berlaku juga pada keilmuan lain, khususnya seni, kria, engineering, teknologi, sains alami dan sains sosial? Bila integrasi ilmu diartikan sebagai keterlibatan disiplin ilmu lain dalam bidang keilmuan tertentu untuk memecahkan masalah, maka tentunya semua keilmuan memiliki keterlibatan dengan yang lainya, hanya saja antar masing-masing bidang keilmuan memiliki perbedaan tingkat integritasnya sendiri. Setiap bidang keilmuan memiliki determinasi sendiri serta memiliki tingkat relevansi yang berbeda-beda terhadap desain.
Ragam disiplin ilmu lain mungkin berkaitan satu sama lain setelah menghasilkan solusi. Hasil keilmuannya bertindak sebagai pemicu. Beberapa kasus menunjukkan bahwa apa yang dihasilkan keilmuan tertentu menuntut disiplin ilmu lain untuk mendukungnya agar menghasilkan solusi yang lebih aplikatif dan relevan untuk meningkatkan taraf hidup manusia. Desain kerap menjadi implementator dari penemuan bidang keilmuan lain.
Seni, sains dan teknologi sering dijadikan tolok ukur kedigdayaan suatu bangsa. Jejak keutuhan tiga pilar keilmuan tersebut dapat dilihat pada karya cipta yang bernilai seni tinggi, sistem masyarakat, dan dokumentasi keilmuan berupa benda-benda peninggalan. Desain merupakan salah satu alat untuk memadukan tiga pilar keilmuan tersebut. Charles W. Morris menyebutnya sebagai intellectual integration.
Melalui pendekatan ini maka kita bisa menempatkan seni, kria, engineering, teknologi, sains alami dan sains sosial pada tempatnya masing-masing. Seni dan kria masuk dalam art, engineering teknologi masuk dalam technology, sains alami dan sains sosial masuk dalam sience. Desain sendiri masih diperdebatkan kedudukannya dalam keilmuan, apakah dia sebagai seni, sebagai sains, atau sebagai disiplin tersendiri.
Saat desain diartikan sebagai aktifitas olah pikir untuk menghasilkan sesuatu, maka desain dapat disebut sains. Desain berdasar pada sains, dan desain memperpanjang jangkauannya dalam memenuhi kebutuhan emosional melalui estetika (Buchanan, Richard:53).
Kesimpulan
Bila integrasi ilmu adalah keterkaitan disiplin lain untuk memecahkan masalah, maka keilmuan seni, kria, engineering, teknologi, sains alami dan sains sosial dapat disebut keilmuan integratif. Namun bila integrasi ilmu diartikan sebagai sikap berpikir divergen untuk memecahkan suatu masalah, maka saya berpendapat bahwa keilmuan seni, kria, engineering, teknologi, sains alami dan sains sosial tidak bisa disebut keilmuan integratif, namun merupakan keilmuan tersendiri untuk diakomodasi oleh desain sehingga menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan manusia secara lebih manusiawi. Berdasar pada perspektif tersebut, maka model keilmuan integratif yang paling cocok adalah desain.
Wallahu a’lam
Referensi
Buchanan, Richard. ___. Rhetoric, Humanism, and Design. Fotocopy buku.
Owen, Charles L. 1998. Design Research dalam Design Studies 19, No. 1: 9-20., London, England: Royal College of Art.
Reid, Stephen. 2002. Berpikir Strategis. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.
https://idaneli.wordpress.com/2013/01/01/pemikiran-desain/
Komentar
Posting Komentar